Minggu, 12 Mei 2013

Liburan ini aku berkunjung ke rumah om di Tana Toraja (Sul-sel), disana banyak keluarga dari papa karena papa berasal dari suku Toraja asli yang menikah dengan mama yang suku asli kaili (Sul-teng).
Suku toraja adalah suku yang masi dominan dengan adat-istiadat dan kebudayaan yang sangat terkenal sampa ke mancanegara. Adapun kebudayaan Tana Toraja yang paling di kenal kebanyakan orang adalah Rambu Solo dan Rambu Tuka. Rambu Solo yaitu upacara kedukaan yang di adakan setelah jam 12 siang, dan Rambu Tuka adalah acara pernikahan/syukuran yang diadakan sebelum jam 12 siang. Kedua budaya ini sangat unik dan sakral bagi suku toraja.





Saat berlibur, selain menikmati pemandangan yang indah nan sejuk disana juga aku menyempatkan diri ikut bersama rombongan keluarga untuk mengikuti Rambu Solo (kedukaan) yang kebetulan masi keluarga dari nenekku (mamanya papa) yang sudah almarhum. Nenek yang meninggal itu sudah berumur di atas 100 tahun tepatnya 106 Tahun. Acara besar itu berlangsung selama 3 hari. Disana aku banyak menemukan penggalaman baru, kenalan baru dan juga tentunya aku melihat sesuatu yang tidak asing menurutku namun merindukanku pada almarhum nenek yaitu bau aroma khas dari ma'pangan (acara makan sirih yang di ikuti oleh para nenek-nenek dan ibu-ibu).

Disana aku melihat tanteku yang sangat sibuk, sibuk memberikan/menawarkan pangan (sirih) kepada para tamu yang berdatangan, aku sempat pusing karena banyaknya manusia yang berdatangan seperti pasar, rame dan ribut. Walau begitu aku tetap bertahan berada disana aku mencoba mencari hiburanku sendiri dengan sibuk main facebook di Hanphoneku. Hingga larut malam aku masi tetap bertahan disitu, aku sulit untuk keluar dari gardu yang di penuhi banyak orang, aku benar-benar merasa bosan saat itu. Setelah tepat jam 1 malam tante membawaku ke suatu rumah tak jauh dari tempat acara itu, disana akhirnya aku bisa beristirahat dengan tenang karena tidak bisa pulang ke rumah tante sebab jaraknya jauh, dan lagi-lagi aku melihat ibu yang punya rumah itu tengah menguyah-ngunyah tembako yang seperti gunung di bibirnya dan terlihatlah warna merah di bibir itu, ah itu warna adalah warna yang membuatku teringat almarhum nenek, juga tercium baunya saat berbicara di depanku, lagi-lagi bau itu bau khas nenek dulu sewaktu nenek masi hidup. Dulu waktu nenek masih hidup aku sering menumbukkan sirih karena nenek sudah tidak punya gigi jadi pangan/sirih itu harus di haluskan dulu. ahh aku jadi kangen sama nenek.

Ke esokan harinya akhirnya kami pulang juga ke rumah disana aku langsung membaringkan diri melanjutkan peristirahatan. Saat sedang jam makan siang berlangsung aku memperhatikan tanteku, aku melihat bibirnya yang merah tua, ahh ternyata tante juga makan sirih semalam, dengan nada bercanda aku langsung berkata "Warna merah dibibirmu mengngatkanku pada almarhum nenek", tante tertawa dan mengatakan "kamu juga harus mencoba makan sirih"
 "what ??? oh no"
Aku langsung menyergah, aku membayangkan pahit dan getirnya dari rasa sirih itu paduan dari pinang daun sirih dan kapur dan rasanya sepat, ya aku tau rasanya itu seperti apa karena aku pernah mencobanya waktu masi ada nenek dan sempat membuat lidahku seperti melepuh akibat dari kapur pada sirih itu. 
Sepanjang di rumah tante, aku selalu mencium aroma sirih aroma yang melekat pada nenek yang sangat aku sayangi .

Sekarang bau ini sudah jarang aku temui jika aku pulang ke rumah karena nenek telah tiada, tidak seperti dulu waktu aku masih kecil aroma ini memenuhi ruangan rumah, dan ini aroma yang paling khas berasal dari nenekku, dimana ada nenek disitu ada aroma ini. Aroma ini tidak lagi memabukkanku tapi membawa rinduku pada almarhum nenek.  
Semoga nenek bahagia di alam sana , dan semoga Allah memberi nenek tempat yang layak. amin


Categories:

10 komentar:

  1. waaaah, menurut literatur yang pernah saya baca, upacara yang demikian itu pastinya menghabiskan biaya banyak ya mbak?

    BalasHapus
  2. Iya benar mas, biaya banyak dan di tanggung dr semua kluarga almarhum
    makasih mas d menyempatkan membaca cerita sy ini :)

    BalasHapus
  3. bau sirih itu jg ngingetin aku sm almarhum nenek, umurnya panjang ya neneknya mbak lisna sampe 106 taun...

    BalasHapus
    Balasan
    1. ia mbak , itu saudara nenek (ibu bapak) yang umurnya 106 tahun. :)

      makasih mbak salam kenal ya

      Hapus
  4. senengnya kalo punya keluarga yang beragam. saya kemana2 pulangnya ya tetep ke Jawa, heheh
    salam kenal mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. alhamdulillah mbak, hehehe
      di jawa wah impian sy thu mw nginjak pulau jawa :) hehehe

      Hapus
  5. Punya keluarga yang beragam itu memang asik ya, Mbak. Bau sirih itu memang khas, selain untuk dimakan (seperti adat suku Tana Toraja) manfaatnya juga banyak lo :)

    Terima kasih pasrtisipasinya, Mbak, sudah tercatat sebagai peserta :)

    BalasHapus
  6. Sepertinya kini sudah sangat jarang yang menginang ya...
    Tetapi entah kalau di kampung2 :)

    Terima kasih sudah ikutan GA Cerita di Balik Aroma ya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mas sekarang memang sudah jarang (f)

      thank welcome x-)

      Hapus

Warung blogger